Senin, 20 Maret 2023

Pawai Ta'aruf

(Dokpri: Siswa-siswi SDIT Baitul Qur'an menghelat pawai ta'aruf)

"Barang siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka", Riwayat dalam kitab Darrut an-Nasihin.

Ramadan adalah bulan yang penuh berkah. Salah satu bulan yang kedatangannya senantiasa ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Keagungannya: diwajibkannya puasa dalam rangka menunaikan rukun Islam yang keempat, bulan turunnya kitab suci Al-Qur'an, tempat amal ibadah dilipatgandakan hingga turunnya malam Lailatul Qadar menjadi pesona yang tak pernah lekang dinantikan.  

Berpijak pada rentetan momentum sakral itulah maka tak heran jika kemudian khalayak umat Islam selalu dalam keadaan terpana untuk menyambut kehadiran bulan yang mulia dan penuh berkah itu. Penyambutan tamu agung satu tahun sekali itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya yakni dengan pawai ta'aruf. Pawai ta'aruf adalah agenda kegiatan tahunan LPIT Baitul Qur'an Tulungagung dalam menyambut kehadiran bulan suci Ramadan. 

(Dokpri: Para siswa berjalan di jalan raya Mangunsari-Simo)

Jum'at (17/3/2023) seluruh sumber daya manusia lembaga di bawah naungan yayasan LPIT Baitul Qur'an Tulungagung (baca: TKI dan SDIT) telah menghelat pawai ta'aruf. Seluruh santri dan dewan asatidz kompak mengenakan pakaian serba putih. Warna putih menyimbolkan kesucian. Dalam artian menyeru kepada khalayak ramai untuk menyambut bulan suci Ramadan dengan mensucikan diri baik secara dohir mau pun batin. 

Suci secara dohir dapat dimaknai bersih dari kotoran, najis dan berbagai hal yang dipandang sebagai cela atau pun yang menghinakan fisik kita. Termasuk menggunakan pakaian yang tidak menutup aurat bahkan dipandang melanggar kode etik dan norma kelayakan sosial-agama dalam berpakaian juga disebut sebagai cela. Dengan demikian, maka menggunakan pakaian yang paling baik versi kemampuan kita, bersih dan suci menurut hukum fiqih merupakan salah satu bentuk dari indikator kesucian dohir yang dimaksud. 

(Dokpri: santri berjalan di pemukiman warga sekitar)

Adapun kesucian batin lebih identik dengan keadaan hati. Dalam menyongsong bulan suci Ramadan kita sangat dianjurkan memurnikan niat, menjalaninya dengan hati yang tulus dan ikhlas. Hendaknya berpuasa semata-mata hanya mengharapkan rida Allah SWT. Untuk mencapai derajat hati yang murni, tulus dan ikhlas terlebih dahulu kita harus mengosongkan kesalahan di antara sesama manusia. 

Proses pengosongan batin dimulai dengan saling mengakui dan memaafkan atas segala gunungan kesalahan, khilaf dan dosa selama ini yang telah masing-masing kita perbuat. Baik disengaja atau pun tidak. Dalam prakteknya, proses pengosongan direpresentasikan oleh adanya kalimat permintaan maaf lahir batin, musyafahah dan ekspresi saling mengikhlaskan. Selain itu melanggengkan wudu supaya diri senantiasa dalam keadaan suci, mendisiplinkan ibadah dan berbuat baik juga termasuk dalam maqamat kesucian batin. 

Khusus di hari itu seluruh santri dan dewan asatidz pawai mengelilingi lingkungan sekitar lembaga. Pawai ta'aruf sendiri dilakukan setelah pembelajaran Tahfidzul Qur'an. Sebelum berangkat, dewan asatidz menata beberapa santri yang bertugas membawa poster dan flyer. Poster-poster yang terbuat dari kardus bergagang bambu itu bertuliskan pesan, kesan dan instruksi persuasif yang menegaskan keutamaan sekaligus kemuliaan bulan suci Ramadan.

(Dokpri: para siswa membagikan nasi kotak Jumat berkah)

Beberapa tulisan poster tersebut di antaranya: Dilungkas poso, puasa itu sehat, selamat menunaikan ibadah puasa, berbagi takjil itu indah, marhaban ya ramadhan, semangat puasa yuk dan lain sebagainya. Poster-poster itu diberikan kepada santri pilihan yang secara suka rela (baca: sadar, ikhlas dan tidak menggerutu) mau mengangkat tinggi sepanjang rute pawai. 

Sementara flyer yang dibentangkan oleh dua orang santri kelas 6 yang silih bergantian bertajuk: "Pawai Ta'aruf Lembaga Pendidikan Islam Tahfidz Baitul Qur'an Mangunsari Dalam Rangka Menyambut Bulan Ramadan Berakhlak Qur'ani, Berpengetahuan dan Berwawasan Luas." Pembawa flyer ini menjadi garda terdepan sepanjang pawai berlangsung. 

Tidak hanya itu, lantas pawai ta'aruf disempurnakan dengan kegiatan Jum'at berkah. Beberapa santri yang telah dibekali nasi kotak oleh dewan asatidz berusaha membagikannya kepada setiap orang yang ditemui di sepanjang rute pawai. Tidak ada istilah memilah-milah, tua muda sama saja. Yang jelas, siapa pun yang ditemui; berpapasan dengan pawai kami jika ia berkehendak kami beri. 

Pawai tahun ini pun semakin menyedot perhatian manakala santri mulai melantunkan rangkaian Asmaul Husna di sepanjang jalan. Entah itu jalan raya Mangunsari-Simo, Kedungwaru-pasar Ngemplak sampai dengan gang-gang kecil yang kami lewati bergema. Yang paling nyentrik, adalah penampilan kelas 1 yang menggunakan topi bulu ayam kreasi masing-masing santri. 

Melalui pawai ta'aruf ini, besar harapan kami semoga terpupuk dan kian subur semangat juang generasi muda khususnya para santri Baitul Qur'an umumnya khalayak ramai masyarakat di lingkungan sekitar. Tampaknya harus ditegaskan bahwa agenda pawai ta'aruf ini dilakukan sebagai ajang dakwah untuk menjalankan perintah Allah SWT. Yakni menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadan. [] (Roni Ramlan)



Tiga Budaya Baik yang Wajib Dilestarikan di Sekolah

(Dokpri: Ustadzah Elly sedang menyampaikan amanat upacara bendera)

Senin (13/03/2023) kedua dalam suasana Penilaian Tengah Semester (PTS) genap apel pagi kembali dihelat. Semenjak PTS genap dihelat memang sudah dua kali sekolah tidak melaksanakan upacara bendera. 

Tidak dilaksanakannya upacara bendera Senin tersebut karena pertimbangan jadwal yang tidak efektif. Tidak efektif seperti apa? Akan sangat tidak efektif jika kemudian melaksanakan upacara bendera dalam keadaan yang terburu-buru, kurang persiapan; tidak khidmat dan harus merombak jadwal perhelatan PTS. Tentu saja hal yang demikian itu sangatlah tidak elok. 

Atas dasar itulah dalam upaya menjaga esensi dari perhelatan upacara bendera yang sudah kali absen, maka sekolah menggantinya dengan apel. Mengapa opsionalnya apel? Karena dalam apel pagi salah satu inti upacara bendera--amanat; motivasi belajar--disampaikan. 

Kebetulan pembina apel pagi yang mewakili dewan asatidz lembaga Senin ini adalah ustadzah Elly Puji Lestari, M. Pd. Beliau adalah wali kelas 5. Adapun amanat yang disampaikan beliau pada sesi ini, yakni mengusung topik Tiga Budaya Baik yang Wajib Dilestarikan di Sekolah.

Apa saja ketiga budaya baik tersebut? Apakah itu budaya verbal? Tindakan? Ataukah budaya yang sifatnya spiritual? Tiga budaya baik yang wajib dilestarikan di sekolah tersebut yakni budaya minta tolong, terima kasih dan minta maaf. 


Minta Maaf

Interaksi sosial di lingkungan sekolah dapat dipastikan tidak pernah luput dari upaya dan proses keakraban yang kian hari mendarah daging hingga menjadi budaya. Salah satu di antara sekian banyak budaya yang berlaku di lingkungan sekolah adalah minta maaf. 

Minta maaf secara harfiah berarti bersifat verbalis. Satu perkara yang akan gugur manakala diucapkan oleh kedua bibir kita. Merangkai kata penyesalan yang mencerminkan ketulusan hati, mewakili ketertundukkan ego, dan kesadaran diri dipandang lebih baik daripada mengumbar dua kutub egoistis yang terus menganga di antara dua orang yang berkonflik. 

Dalam proses dan prakteknya, minta maaf pun tentu memiliki adab tersendiri. Misalnya saja tatkala seseorang meminta maaf hendaknya menggunakan bahasa yang penuh sopan santun, menampilkan rasa empati dan menunjukkan i'tikad yang baik. 

Tidak hanya ucapan, meminta maaf tentu juga melibatkan ekspresi wajah yang meyakinkan dan gestur tubuh yang jelas, tegas dan sehat. Meminta maaf sembari membuang wajah; meminta maaf namun ogah berjabat tangan; meminta maaf sembari mengacungkan jari tengah dan tingkah nyeleneh lainnya tentu akan menyakiti hati orang yang bersangkutan, sehingga menimbulkan konflik baru. 

Sungguh ketiga contoh yang terakhir tersebut merupakan adab yang tidak baik dalam meminta maaf. Jika demikian upaya meminta maaf yang dilakukan pun saya kira hanya berakhir pada taraf yang sia-sia belaka. Maka merugilah yang menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia.  Begitupun juga sia-sia belaka manakala kita meminta maaf namun dengan cara membentak orang yang bersangkutan. 


Terima kasih

Budaya yang terkadang luput dari perhatian kita selama proses berinteraksi dengan sesama manusia: teman, orang tua, tetangga, dewan asatidz dan khalayak masyarakat salah satu lainnya adalah berterima kasih. Bentuk terima kasih bervariatif, bisa secara verbal maupun tindakan. 

Bentuk terima kasih secara verbal misalnya tatkala kita diberi suatu makanan oleh tetangga ataupun teman maka alangkah baiknya mengucapkan kata terima kasih, matur nuwun (baca: bahasa Jawa), hatur nuhun (baca: bahasa Sunda), syukron (baca: bahasa Arab), thank you (baca: bahasa Inggris) serta bentuk kalimat ucapan terima kasih lainnya yang disesuaikan dengan bahasa Ibu. 

Lain halnya dengan bentuk terima kasih dalam wujud tindakan. Sebagai analoginya, tatkala seorang tetangga membagikan jajanan cinderamata setelah datang dari luar kota maka alangkah baik kita juga kembali memberikan buah tangan (bingkisan) kepadanya. 

Atau mungkin ada kasus lain. Misalnya saja ketika kita sedang tertimpa musibah lantas seorang tetangga dengan senang hati menolong kita. Selain kita mengucapkan terima kasih, di lain hari kemudian kita memiliki rezeki dan bermaksud berbalas budi dengan melakukan hal yang sama. Kita memberikan pertolongan tatkala tetangga sedang kekusahan. 

Perwujudan bentuk terima kasih terus-menerus berkembang dan bercabang sesuai dengan kebutuhan, kehendak, situasi dan keadaan. Semua bentuk itu menjalar kuat dalam kehidupan sosial masyarakat di lingkungan hidup sekitar di mana ia tinggal. Tak terkecuali di lingkungan lembaga pendidikan, sekolah. 


Minta Tolong

Budaya baik yang tak kalah pentingnya dalam hiruk-pikuk interaksi sosial adalah minta tolong. Minta tolong umumnya digunakan tatkala seseorang sedang membutuhkan bantuan. Baik itu pertolongan secara langsung dan tidak langsung; secara verbal ataupun tindakan. 

Dalam prakteknya, minta tolong dapat dilakukan dan terjadi kepada siapa pun yang dipandang layak--mampu, mengerti dan memahami--secara teknis untuk mewujudkannya. Baik itu meminta tolong kepada sesama teman, orang yang lebih dewasa ataupun orang yang usianya lebih muda daripada orang peminta tolong. 

Kendati demikian bukan berarti pula setiap orang dapat minta tolong dengan semena-mena. Misalnya minta tolong untuk mengambilkan air minum, mengambilkan makan dan memakai baju padahal orang yang meminta tolong tersebut tidak sedang repot; dalam keadaan sehat bugar dan mampu melakukan hal yang demikian dengan sendirinya namun ia malah meminta tolong kepada orang lain. Tentu saja, secara kontekstual, kasus itu adalah penempatan minta tolong yang keliru. Bahkan salah kaprah saya kira. 

Bertolak pada pertimbangan hukum kausalitas yang berlaku di lingkungan masyarakat maka upaya minta tolong sendiri selaiknya dilakukan dengan memperhatikan rambu-rambu yang berlaku dalam dimensi interaksi sosial. Norma, kode etik dan budaya yang berlaku di lingkungan sekitar. Tak terkecuali budaya yang mendarah daging di lingkungan sekolah. 

Contohnya, secara verbal, ketika kita meminta tolong kepada sesama teman tentu harus dengan adab yang baik. Menggunakan bahasa yang sopan, lemah lembut, lugas: mudah dipahami-dimengerti dan jelas, sekaligus disertai gestur tubuh yang meyakinkan. 

Tatkala pensil kita terjatuh persis di bawah bangku yang sedang diduduki oleh salah seorang teman dan tangan kita tak mampu menjangkaunya, maka kita dapat minta tolong kepada teman itu seraya berucap, "Tolong ambilkan pensil yang ada di bawah bangkumu ya. Soalnya tanganku tidak bisa menggapainya". Kita bisa mengucapkan kalimat itu sembari merapatkan kedua tangan di dada. 

Tentu akan berbeda cerita ketika kita minta tolong namun sembari cengengesan, marah-marah atau berteriak-teriak tidak jelas. Orang yang dimintai tolong tentu saja akan memberikan respons yang tidak dapat ditebak. Bahkan bisa saja menolak, mengabaikan permohonan kita. 

Yang harus dicatat dalam upaya minta tolong adalah bedakan cara meminta tolong kepada orang yang lebih muda daripada kita, sesama teman (teman sebaya) dan kepada orang yang lebih dewasa. Rangkaian kata yang diramu sesuai dengan kadar usia juga akan berdampak positif-negatif terhadap upaya meminta tolong. Penggunaan bahasa ibu: daerah atau bahasa nasional juga akan mempengaruhi hasilnya.

Ketiga budaya baik tersebut sudah selaiknya dilestarikan dalam kontinuitas kehidupan kita. Kejelian dalam bertutur kata dan bertindak pada dasarnya mencerminkan watak dan kepribadian kita. Tidak ada penghormatan yang lebih baik kepada sesama makhluk sosial selain bertutur kata dan bertindak yang menyenangkan dan membahagiakan orang lain. Dan itu bukanlah sesuatu hal yang sia-sia.[] (Roni Ramlan)

Saran Pengawas Dinas Pendidikan Kecamatan Kedungwaru

(Dokpri: Ilustrasi Pengawas sekolah sedang menyampaikan evaluasi)

Seakan-akan tidak cukup puas dengan upaya korektor (evaluasi) yang dilakukan oleh Pak Tentara perwakilan dari Koramil Kedungwaru, Ibu Sutikah, S. Pd. Selaku pengawas Dinas Pendidikan Kecamatan Kedungwaru juga setelah upacara bendera selesai digelar juga memberikan beberapa masukan kepada dewan asatidz SDIT Baitul Qur'an Tulungagung.

Setelah upacara bendera digelar memang tim pengawas perhelatan upacara bendera dipersilakan untuk rehat sejenak di ruangan yang sebelumnya telah kami persiapkan. Ruang kelas 1 disetting sedemikian rupa untuk menjamu tamu istimewa. Enam meja dengan dua belas bangku dibentuk melingkar, sehingga masing-masing kami dapat saling bertatap muka.

Sekitar 20 menitan tim pengawas terlibat percakapan santai dengan kepala sekolah, pelatih upacara bendera dan bendahara sekolah. Sesaat tawa gelitik melimpah ruah memenuhi ruangan. Bahkan gema itu sampai terdengar ke kantor yang memang ruangannya berdampingan. Tak lama dari itu dua Pak tentara perwakilan dari Koramil Kedungwaru tampak pamit pulang terlebih dahulu. 

Barulah sesaat kemudian dewan asatidz SDIT Baitul Qur'an Tulungagung yang ada di kantor diinstruksikan untuk memasuki ruang jamuan tamu untuk mendengarkan beberapa pencerahan dan arahan dari Ibu Sutikah. Pencerahan dan arahan yang diberikan tidak berbeda jauh dengan kritik dan saran yang telah diberikan Pak Tentara perwakilan Koramil Kedungwaru sebelumnya. Kendati demikian terdapat juga poin penting dan berbeda. 

Beliau menegaskan tiga hal penting yang wajib dilakukan oleh dewan asatidz secara kontinuitas, yakni bagaimana cara untuk regenerasi petugas protokoler upacara, latihan baris-berbaris yang dimaksimalkan dan penyisipan lagu nasional wajib dalam upacara bendera. 

Pertama, perihal pentingnya regenerasi petugas protokoler upacara bendera. Jika merujuk pada pengamatan dan pengalaman yang ada terdapat dua cara untuk regenerasi petugas protokoler upacara bendera, yakni dengan sistem bergiliran dan sulam tambal. 

Regenerasi petugas protokoler upacara bendera dengan sistem bergiliran dewan asatidz dapat membuat jadwal petugas protokoler sesuai dengan jenjang kelas. Meski begitu jenjang kelas yang diutamakan (direkomendasikan) menjadi petugas protokoler upacara bendera adalah kelas atas yang dipandang lebih mudah diatur dan dikondisikan dengan baik. 

Melalui sistem bergiliran sesuai dengan jenjang kelas ini, setidaknya petugas protokoler upacara bendera memiliki cadangan jika sebagian yang lain berhalangan hadir. Di samping itu para siswa juga akan mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang baik tentang perhelatan upacara bendera karena kerap dilatih dengan porsi yang sama. 

Sedangkan regenerasi petugas protokoler upacara bendera dengan sistem sulam tambal, pelatih upacara bisa mengombinasikan petugas protokoler dari jenjang kelas yang berbeda. Sebagai contohnya, pimpinan upacara diambil dari kelas 6, petugas pembaca Undang-undang Dasar 1945 dan doa dari kelas 5, petugas pembaca teks Pancasila, Drijen, dan pimpinan pasukan dari kelas 4. 

Melalui sistem sulam tambal ini para petugas protokoler upacara bendera akan jauh lebih efektif, disiplin dan bertanggung jawab. Hal ini disebabkan masing-masing petugas protokoler adalah representatif dari jenjang kelas mereka. Orang-orang pilihan yang dipandang mumpuni dan berkesempatan banyak berkolaborasi dengan kakak tingkatnya. Alhasil, sistem sulam tambal ini memberikan keuntungan personal dari segi pengalaman bagi para pengampunya. 

Lain halnya dengan latihan baris-berbaris (LBB). Latihan baris-berbaris menurut Ibu Sutikah dapat disiasati dan dimaksimalkan proses latihannya, salah satunya, dengan cara disisipkan dalam materi pelajaran PJOK. Keuntungan itu ditinjau dari mata pelajaran PJOK yang memang termasuk mata pelajaran untuk semua jenjang kelas. 

Status mata pelajaran PJOK yang demikian memudahkan proses latihan baris-berbaris yang mungkin dapat dilakukan oleh semua jenjang kelas secara merata. Alhasil, proses latihan baris-berbaris yang digalakkan dalam pelajaran PJOK dapat disempurnakan lebih lanjut melalui latihan persiapan upacara bendera. Penempaan merata yang berskala itu dipandang jauh lebih efektif. 

Sedangkan untuk upaya persiapan lagu nasional wajib dalam upacara bendera dapat disisipkan dalam mata pelajaran SBdP. Dalam mempelajari materi nada dan lagu, para siswa dapat difokuskan untuk mempelajari lagu-lagu nasional wajib. Lagu-lagu nasional itu lantas ditulis dan dinyanyikan bersama-sama hingga para siswa benar-benar hafal. 

Penyisipan lagu nasional ini sebenarnya tidak hanya bisa disisipkan pada mata pelajaran SBdP, namun juga dapat diaplikasikan ke dalam mata pelajaran umum lainnya. Misalnya saja dapat dijadikan sebagai apresiasi sebelum atau pun sesudah proses pembelajaran dihelat. 

Dengan mengimplementasikan tiga poin penting tersebut ke dalam sesi pelajaran, menurut Ibu Sutikah, proses perhelatan upacara bendera selanjutnya akan jauh lebih berkualitas, efektivitas dan efisiensi. Tidak hanya berkutat pada level mengugurkan tugas: terlaksana atau tidak, melainkan semua petugas protokoler upacara bendera juga akan mengalami peningkatan kualitas. Baik dalam hal regenerasi petugas, kedisiplinan dan penghayatan dalam prosesi upacara bendera.[] (Roni Ramlan)

Evaluasi Perhelatan Upacara Bendera

 

(Dokpri: Perwakilan Dandim Koramil Kedungwaru sedang menyampaikan evaluasi)

Perhelatan upacara bendera selesai dilaksanakan. Siswa-siswi diistirahatkan. Semua siswa diinstruksikan untuk jongkok dan duduk santai di tempat semula mereka berdiri. Santai namun tetap terkondisikan dengan baik: Tetap rapi, tidak celometan dan membuat gaduh.

Pak tentara perwakilan dari Koramil Kedungwaru selaku pengawas upacara bendera di setiap sekolah kecamatan Kedungwaru mulai menyampaikan hasil evaluasi dari perhelatan upacara bendera yang telah digelar. Hasil evaluasi tersebut bersifat mata pisau: Terdapat kelebihan dan kekurangan; positif dan negatif. 

Terdapat sisi positif yang dinilai telah bagus dari perhelatan upacara bendera di Baitul Qur'an, di antaranya petugas pembaca Undang-undang Dasar 1945 dan pengibar bendera. Kategori bagus yang disematkan bagi pembaca teks UUD 1945 dipandang dari aspek pelafalan, tegas dan intonasi suara. Begitu halnya dengan petugas pengibar bendera secara protokoler sudah bagus meski pimpinan petugas pengibaran bendera juga harus tegas dalam memberikan instruksi.

Adapun beberapa hal yang harus diperbaiki lebih lanjut dalam perhelatan upacara bendera selanjutnya adalah ketegasan dari petugas pembaca protokol upacara, petugas pembacaan do'a dan pimpinan upacara. Masukkan lainnya adalah saat mengheningkan cipta tidak elok jika sambil bernyanyi. Itu artinya kehadiran tim paduan suara sangat penting dan dibutuhkan dalam hal ini.

Faktanya, memang selama ini dalam perhelatan upacara bendera tidak pernah ada tim panduan suara yang ditempatkan, dilatih dan diseleksi secara khusus. Mengapa yang demikian terjadi? Karena memang kuantitas siswa yang sedikit menjadi bahan pertimbangan dewan asatidz. 

Kendati begitu, saya kira masukan tersebut sangatlah baik dan layak untuk dipertimbangkan. Pertimbangannya, dengan dibentuk tim panduan suara khusus dapat menjadi representasi bagi generasi selanjutnya. Para siswa yang masih duduk di bangku kelas bawah: 1, 2 dan 3 dapat menyaksikan, menghayati dan meneladani langsung proses menyanyi yang dilakukan tim panduan suara kelas atas. 

Selain memberi saran untuk membuat tim panduan suara khusus, Pak tentara juga menyarankan untuk menyanyikan lagi nasional wajib. Lagu nasional wajib itu misalnya Halo-halo Bandung, Ampar-ampar Pisang, Maju Tak Gentar, Rayuan Pulau Kelapa, Bendera Merah Putih dan lain sebagainya. Dengan demikian tim paduan suara tidak semata-mata menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Gugur Bunga tatkala mengheningkan cipta.

Evaluasi atas perhelatan upacara bendera tersebut tentu saja sangatlah penting guna meningkatkan kualitas dan kemampuan para siswa di SDIT Baitul Qur'an Tulungagung. Melalui evaluasi tersebut plus minus yang ada menjadi jauh lebih kentara. Melalui kritik saran yang diberikan tersebut setidaknya dapat menjadi tolok ukur kami (dewan asatidz) dalam proses penempatan upacara bendera selanjutnya. 

Kami yakin, pelan-pelan tapi pasti perubahan dan perkembangan menuju arah yang lebih baik akan terjadi selama sumber daya manusia lembaga yang ada tidak menutup mata, bersikap kooperatif dan terus bersinergi untuk proses latihan yang terus digalakkan tanpa henti. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih atas kritik dan sarannya.[] (Roni Ramlan)

Amanat Pak Dandim Koramil Kedungwaru

(Dokpri: Perwakilan Dandim Koramil Kedungwaru sedang menyampaikan amanat)

Senin (13/2/2023) adalah salah satu hari yang berkesan bagi seluruh sumber daya manusia lembaga yang ada di SDIT Baitul Qur'an Tulungagung. Pasalnya pada hari itu kami menghelat upacara bendera dengan dihadiri oleh jajaran tamu istimewa: Koramil Kedungwaru, pengawas sekolah dan perwakilan dari kecamatan Kedungwaru. Sayangnya, perwakilan dari Polsek Kedungwaru berhalangan untuk hadir di hari itu. 

Segala perlengkapan upacara bendera disiapkan. Sound sistem, tiga microphone, satu stand mic, bendera hingga beberapa naskah protokol yang akan dibacakan tatkala upacara dihelat. Sedangkan para peserta telah berbaris sesuai tinggi badan masing-masing. Siswa-siswi yang badan tinggi berdiri paling depan, sedangkan yang pendek berada di barisan paling belakang.

Para petugas upacara bendera Senin ini adalah kelas 6. Sementara pembina upacara diemban oleh perwakilan dari Koramil. Hal itu terjadi setelah melakukan koordinasi dan konfirmasi dengan jajaran tamu undangan yang hadir. Bahkan tatkala upacara dimulai, salah seorang Pak Tentara sempat meminta map untuk menyimpan teks pidato yang akan disampaikan tatkala sesi amanat upacara.

Sontak hal itu sedikit mengubah rencana awal yang sudah dirancang, karena sebelumnya dewan guru menunjuk Pak Imam yang akan bertugas sebagai pembina upacara. Tentu saja, pergantian pembina upacara bendera itu bukan berarti menggugurkan tugas dan tanggung jawab dari Pak Imam, melainkan hanya soal menggeserkan jadwal saja. Pak Imam akan menjadi pembina upacara bendera di hari Senin selanjutnya.

Sesi upacara bendera yang dihadiri oleh tim pengawas kali ini benar-benar menuntut para petugasnya untuk melakukan masing-masing tugasnya secara serius. Bahkan saking seriusnya, pemandangan tegang terpancar jelas dari wajah para petugas. Tidak hanya petugas bahkan para peserta upacara yang biasanya celometan pun kala itu tampak khidmat. Menghayati setiap proses perhelatan upacara bendera berlangsung. 

Dalam kekhidmatan yang bercampur ketegangan itu perwakilan dari Koramil dan kecamatan Kedungwaru sempat berlalu-lalang untuk mengabadikan momen upacara bendera edisi spesial itu. Dokumentasi itu penting untuk dilakukan sebagai bukti konkrit bahwa tugas telah dilakukan sesuai jadwal dengan sebaik-baiknya. 

Perhelatan upacara bendera pun sampai pada sesi penyampaian amanat. Dalam sesi amanat upacara bendera, Pak tentara yang mewakili Pak Dandim Koramil Kedungwaru menyampaikan beberapa poin penting mengenai esensi dari perhelatan upacara bendera di hari Senin. 

Pertama, beliau menegaskan bahwa kegiatan upacara bendera di setiap sekolah harus dihelat secara rutin. Mengapa demikian? Sebab perhelatan upacara bendera pada hakikatnya adalah jembatan atau salah satu sarana untuk menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotisme terhadap generasi muda Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemupukan jiwa nasionalisme dan patriotisme bagi para siswa sangatlah penting sebab hakikatnya generasi muda sekarang kelak akan menjadi penerus bangsa Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa Indonesia yang baik tentunya harus memahami, menghormati dan melestarikan identitas jati diri bangsa. Utamanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan kaya akan multikultural.

Kedua, melalui upacara bendera sejatinya kita sedang meneladani dan menghormati jasa para pejuang kemerdekaan Indonesia. Jika dahulu kala nenek moyang kita berjibaku dengan berlumuran darah bahkan hingga berani mengorbankan nyawa; gugur di medan tempur untuk terbebas dari penjajahan kolonialisme Belanda dan sekutunya, maka sekarang kita telah menuai hasil perjuangannya. 

Kini bendera merah putih adalah simbol atas kemenangan, kemerdekaan dan kemandirian bangsa Indonesia. Bendera yang dikibarkan penuh sarat dan makna. Merah bermakna keberanian. Seperti halnya gejolak dan semangat juang para pejuang kemerdekaan yang terus menyala. Semangat juang terus mengalir sampai tujuan dan cita-cita bersama terwujudkan.

Lantas keberanian yang disimbolkan dengan warna merah itu terpancang kuat di atas warna putih. Putih bersih menandakan kesucian. Kesucian hati dan raga. Kesucian yang menandakan bahwa pengorbanan para pejuang kemerdekaan berlandaskan keikhlasan hati dan pikiran. 

Ketiga, dua poin penting sebelumnya juga harus ditopang dengan upaya menghayati dan melestarikan budaya dan karakteristik bangsa yang multikulturalisme. Sehingga para siswa dituntut untuk bisa, tahu dan berperan aktif dalam membawakan lagu-lagu nasional, tradisi dan budaya daerah. Hal ini penting untuk menjaga identitas dan karakteristik bangsa Indonesia. Maka tak ayal jika kemudian dalam proses upacara bendera hari Senin selalu menyelipkan sesi menyanyikan lagu wajib nasional.

Keempat, tak ketinggalan pembina upacara bendera juga menyampaikan bahwa kunjungan pengawasan upacara bendera di seluruh sekolah di Kabupaten Tulungagung adalah program kerjasama antara dinas pendidikan, kebudayaan dan olahraga dengan Koramil, Kapolsek dan pemerintah daerah setempat untuk meningkatkan nasionalisme dan patriotisme terhadap bangsa Indonesia.

Di samping itu, harapan kedepannya, melalui program kunjungan dan pengawasan upacara bendera di seluruh sekolah yang ada di kabupaten Tulungagung ini mampu meningkatkan kedisiplinan para siswa-siswi. Utamanya terhindar dari paham dan jaringan radikalisme yang anti Pancasila, Undang-undang dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.[] (Roni Ramlan)