Minggu, 27 April 2025

Orangtua Andal di Era Digital

 

Dokrpi: Flyer kegiatan Halal Bihalal dan Parenting

Perkembangan teknologi kian hari kian mutakhir. Transformasi ini melahirkan gaya hidup baru yang  mengubah arus utama peradaban manusia tak terkecuali tradisi dan budaya yang mengakar rumput di dunia pendidikan. Salah satu dampak positif yang telah kita rasakan adalah manakala Covid-19 melanda, teknologi digital telah benar-benar menunjukkan tajinya dengan konsep pembelajaran jarak jauh via daring. 

Pembelajaran jarak jauh via daring mengajarkan kita bahwa belajar itu tidak terbatas ruang dan jarak. Dimana pun kita berpijak di sanalah dahaga keingintahuan itu harus dicukupi. Informasi terbaru dan materi pelajaran dapat diakses seiring persebaran jaringan internet yang mudah dijangkau. 

Ya, era digital memudahkan kita mengakses segala bentuk informasi  dengan cepat menggunakan teknologi digital. Teknologi digital (gadget) zaman sekarang bervariatif: gawai, tablet dan laptop. Kendati begitu gawai yang populer kita sebut smart phone adalah benda yang sangat lekat dengan keseharian hidup kita. 

Saking lekatnya, tampak akan sangat musykil bagi kita menemukan anak yang asing dan tidak mengenal dengan gawai. Mengapa demikian? Sebab ada istilah yang menyebutkan: "Anak dilahirkan dari rahim manusia, namun diasuh dan dibesarkan oleh media sosial (teknologi digital)." 

Dokpri: Dr. Nuryani sedang memberikan sambutan

Tidak percaya? Mari renungkan bersama gambaran rutinitas keluarga atau pun tetangga sekitar kita. Zaman sekarang, jika seorang bayi rewel maka yang dilakukan orangtua (dewasa) bukan berupaya keras membujuknya untuk tenang, namun malah disodorkan tontonan di kanal youtube. Ketika seorang anak kesulitan mengerjakan materi tertentu saat belajar bukan dibimbing langsung namun disuruh bertanya pada google. Saat orangtua sibuk bekerja, mayoritas anak cukup ditenangkan dengan sebuah gawai. 

Mirisnya lagi, bahkan saat keluarga besar berkumpul, masing-masing anggota keluarga malah asyik bermain gawai pribadi. Jika pun ada anggota keluarga yang tidak mempunyai gawai maka dicap aneh, katro, kurang update (kudet), dan tidak normal. Tak jarak khalayak umum (termasuk kita) merasa iba manakala mengetahui ada anak yang tidak memiliki gawai.  

Pertanyaan mendasarnya, apakah paradigama dan sikap lekat (bahkan, maaf ketergantungan) kita terhadap teknologi digital itu sudah benar? Apakah era digital itu melulu membawa kita pada perdaban yang positif? Atau justru di lain pihak era digital yang digandrungi tersebut lambat laun menjerumuskan kita? Orang-orang yang berkesadaran terhadap arus zaman tentu akan berpikir keras dan refleksi diri dengan apa yang sedang terjadi. 

Al-Qur'an menyebutkan, nasib suatu kaum sangat ditentukan dengan ikhtiar dan keputusannya sendiri. Dalam konteks ini, tentu manusia yang hidup di era digital dituntut untuk mawas diri, melakukan refleksi dan proyeksi diri di zaman ia sedang berdiri. Berkaitan dengan dunia pendidikan, selaras dengan perkataan sahabat Ali bin Abi Thalib, didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya. 

Dalam rangka menghadapi tantangan zaman era digital tersebut SDIT dan TKIT Baitul Qur'an (19/4/2025) mengadakan Halal Bihalal dan Parenting dengan tajuk: Orangtua Andal di Era Digital. Pada kegiatan ini Dr. Naharin Suroyya, M. Pd., CH, Cht. (Konselor, Terapis dan Dosen UIN Sayyid Ali Ramhatullah Tulungagung) tampil sebagai pembicara.

Dokpri: Dr. Naharin sedang memaparkan materi

Beliau memaparkan, kebiasaan orangtua saat ini adalah membiarkan anak diasuh oleh teknologi digital. Tidak sekadar membiarkan namun mengarahkan dan memfasilitasinya tanpa kontrol. Kebiasaan tersebut lambat laun tentu akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap orientasi tumbuh kembang sang anak. 

Satu sisi kita tidak bisa menutup mata terhadap dampak positif yang diberikan era digital. Anak pintar memilih informasi, cepat mengambil keputusan, berpikir kreatif dan kebiasaan baik serta terasahnya potensi diri adalah beberapa di antara manfaat yang dapat dituai dari pemanfaatan gawai. Yang demikian terjadi manakala anak menggunakan gawai secara baik dan benar.

Meski begitu, setiap waktu sang anak juga terus dibayang-bayangi dampak negatif dari penggunaan gawai. Hal ini terjadi manakala anak menggunakan gawai dalam rentang waktu yang lama, tanpa kontrol orangtua (dewasa) sampai dengan berselancar di aplikasi yang sia-sia. Kesehatan mata terganggu, kemampuan psikomotorik menurun, telat bicara, perkembangan otak terganggu sampai dengan kondisi mental rentan merupakan dampak negatif yang dapat melanda diri sang anak.

Dampak negatifnya tidak hanya itu, dampak lanjutan lain di antaranya: gangguan perilaku, kecanduan pornografi, cyberbullying, gangguan tidur, obesitas, minim interaksi sosial (anti sosial), kecanduan game online, judol hinggan pinjol. Dampak negatif itu kian kompleks seiring keterkaitan berbagai aspek sosial yang telah digitalisasi. 

Lantas, bagaimana cara orangtua mendidik anak di era digital yang baik dan benar? Hemat Bu Dr. Naharin, setidaknya ada 6 tahapan penting yang harus dilakukan orangtua dalam mendidik anak di era digital. Keenam tahapan tersebut yakni dimulai dengan mengenalkan teknologi digital kepada anak, menjalin komunikasi dua arah antara keinginan anak dan orangtua, mengajak anak untuk disiplin dalam menggunakan gawai (perlu dibuat komitmen bersama), sediakan waktu khusus/utama untuk mengajak anak bermain tanpa gawai, monitor aktivitas anak saat menggunakan gawai, sampai dengan manfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan minat dan bakat anak. 

Dalam prakteknya, tahapan pendidikan penggunaan teknologi digital ini juga harus disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Ada fase usia yang perlu diperhatikan. Anak usia 1 sampai 3 tahun orangtua mendampingi anak belajar mengenal perbedaan dan membedakan hal baik dan buruk; mengenal fakta dan fantasi. Hal ini dilakukan dengan akses menambah kosa kata, angka dan lagu pada anak. 

Ketika anak menginjak usia PAUD dan TK, usia 4 sampai 6 tahun, anak dibimbing meningkatkan keterampilan, mengenal huruf, angka dan pengetahuan dasar. Fokus utama yang diasah masih sekitar tentang membedakan baik dan buruk; mengenal fakta dan yang fantasi. Sedangkan jika anak sudah menginjak usia sekolah dasar, 7-12 tahun, gunakanlah teknologi untuk mengenal dan memahami anggota tubuh serta meningkatkan daya imajinasi anak. Selebihnya, anak diarahkan untuk tidak mendownload aplikasi yang tidak penting dan bukan usianya. 

Tak kalah penting, hal yang perlu menjadi perhatian adalah pengawasan dan kontrol saat anak menggunakan teknologi digital. Pengawasan dan kontrol ini dimulai dengan menerapkan jadwal penggunaan perangkat digital saat di rumah, orangtua harus mengerti media sosial dan situs apa saja yang diakses anak, orangtua harus tahu aplikasi edukasi yang berdampak positif bagi anak, dampingi anak saat bermain media digital, memonitor aktivitas dunia maya dan situs-situs yang tidak layak bagi anak, gunakan perangkat yang sama saat dipinjamkan kepada anak sampai dengan mengajak anak untuk bermain offline/tradisional untuk meningkatkan hubungan emosial dan interaksi dengan anak. 

Secara pribadi, Dr. Naharin juga berbagi tips menjadi orangtua andal di era digital versi keluarga kecilnya. Mendidik anak di era digital itu dimulai dengan adanya kesadaran orangtua terhadap kewajiban, hak dan tanggungjawab orangtua kepada anak, renungkan kembali firman Allah SWT dan ancaman, orangtua harus belajar menjadi seorang sahabat bagi anak, memberikan keteladanan yang baik, latihan untuk disiplin dalam hal positif, membangun hubungan dan komunikasi yang baik, hindari marah-marah, luangkan waktu untuk bermain dengan anak secara konsisten, pastikan memberi makan/mencukupi kebutuhan anak dengan harta yang halal sampai dengan panjatkan doa terbaik untuk kebaikan sang anak. 

Dari paparan tersebut setidaknya kita mampu mengambil satu simpulan bahwa mendidik anak di era digital itu harus didampingi, diawasi dan dikontrol dengan baik oleh orangtua. Orangtua harus mampu memainkan peran; terkadang menjadi sahabat, terkadang menjadi guru, terkadang menjadi orangtua yang tegas. Membangun hubungan dan komunikasi dua arah yang baik adalah kunci utama. Intensitas anda berada di sisi sang anak akan menentukan orientsi masa depan anak.[] (Roni)

==============================================================
Informasi penting!

TKIT Baitul Qur'an dan SDIT Baitul Qur'an telah membuka program penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026. Bagi anda yang mencari sekolah bermutu, mencetak generasi Qur'ani/ hufadz dan berprestasi mari bergabung menjadi keluarga besar Yayasan Rumah Tahfidz Baitul Qur'an. Informasi lebih lanjut silakan hubungi kontak di bawah ini:

TKIT Baitul Qur'an: 085 649 333 825 (WA Ustazah Widya)
SDIT Baitul Qur'an: 085 646 674 732 (WA Ustazah Yuli)
Buruan hubungi kontak sebelum kehabisan kuota!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar